GASTRITIS
1. Pengertian Gastritis
Gastritis merupakan
suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik difus, atau
lokal. Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis
superfisialis akut dan gastritis atrofik kronik (Silvia, 1994 ).
Gastritis adalah proses
inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan
kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik karena diagnosisnya sering
hanya berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan histopatologi (Agus, 2009).
Gastritis merupakan radang pada lambung yang dapat disebabkan karena banyak faktor. Faktor penyebab
gastriris diantaranya karena rangsangan makanan yang terlalu pedas, panas, asam
atau faktor yang lain. Selain itu juga sering disebabakan oleh kuman yang menyerang
selaput lendir lambung(Anies, 2005).
Gastritis merupakan
peradangan mukosa (selaput dalam) lambung. Biasanya, mukosa sangat tahan
terhadap asam. Namun, karena suatu hal menjadi tidak tahan. Penyebabnya
bermacam-macam, seperti infeksi bakteri helicobacter
pylori atau stres yang berat karena penyakit akut yang berat, seperti luka
bakar dan pemakaian obat-obat yang keras, seperti obat rematik (NSAID). Gejala
penyakit ini tergantung berat atau ringannya penyakit. Kadang-kadang, perut
dibagian tengah atas terasa sakit, perih, rasa terbakar, mual, dan kembung
(Rozaline, 2006).
Dunia kesehatan, mengenal
gastritis sebagai penyakit lambung atau dyspepsia.
Sebagai organ cerna, lambung berfungsi untuk :
a.
Menyimpan makanan
b.
Mencernakan kembali makanan menjadi
partikel yang lebih kecil untuk diteruskan ke duodenum/duodenal
Gastritis atau Dyspepsia atau istilah yang sering
dikenal oleh masyarakat sebagai maag atau penyakit lambung adalah kumpulan
gejala yang dirasakan sebagai nyeri terutama di ulu hati, orang yang terserang
biasanya sering mual, muntah, tidak nyaman, dan lain-lain.
Etiologi atau penyebab gastritis dibedakan menurut
jenisnya, yaitu sebagai berikut :
1.
Gastritis akut
Banyak
faktor yang menyebabkan gastritis akut, antara lain :
a.
Obat-obatan, seperti obat anti-inflamasi
nonsteroid/OAINS (indometasin, ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide,
steroid, kokain, agen kemoterapi (mitomisin, 5-fluoro-2-deoxyuridine), salisilat dan digitalis bersifat
mengiritasi mukosa lambung.
b.
Minuman beralkohol; seperti whisky,
vodka, dan gin
c.
Infeksi bakteri; seperti H. phylori (paling sering), H.heilmanii, streptococci, staphylococi,
proteus spesies, Clostridium spesies,
E.coli,tuberculosis
dan secondary syphilis.
d.
Infeksi virus oleh Sitomegalovirus.
e.
Infeksi jamur; seperti Candidiasis, Histoplasmosis dan Phycomycosis.
f.
Stress fisik yang disebabkan oleh
lukabakar,trauma, pembedahan,gagal napas, gagal ginjal dan kerusakan saraf
pusat.
g.
Makanan dan minuman yang bersifat
iritan. Makanan berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan alkohol
merupakan agen-agen penyebab iritasi mukosa lambung.
h.
Trauma langsung lambung, berhubungan
dengan keseimbangan antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga
intergritas mukosa, yang dapat menimbulkan respon peradangan pada mukosa
lambung.
2.
Gastritis kronik
Penyebab pasti dari
gastriris kronik belum diketahui tetapi ada dua predisposisi penting yang bisa
meningkatkan kejadian gastritis kronik yaitu, infeksi dan non infeksi.
a.
Gastritis infeksi
Beberapa agen
infeksi bisa masuk ke mukosa lambung dan memberikan manifestasi peradangan
kronis yaitu,
a)
H.
pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri ini
merupakan penyebab utama dari gastritis kronik.
b)
Helicobacter
heilmannii, Mycobacteriosis, dan Syphilis
c)
Infeksi
parasit
d) Infeksi
virus
b.
Gastritis non infeksi
a)
Kondisi imunologi (autoimun) didasarkan pada kenyataan,
terdapat kira-kira 60% serum pasien gastritis kronik mempunyai antibodi
terhadap sel parietalnya.
b)
Gastropati akibat kimia, dihubungkan
dengan kondisi refluks garam empedu kronik dan kontak dengan OAINS atau
Aspirin.
c)
Gastropati uremik, terjadi pada gagal
ginjal kronik yang menyebabkan ureum terlalu banyak beredar pada mukosa
lambung.
d) Gastritis
granuloma non infeksi kronik yang berhubungan dengan berbagai penyakit,
meliputi penyakit Chron, Sarkoidosis, Wegener granulomatosis, penggunaan
kokain, Isolated granulomatous gastritis,
Eosinophilic granuloma, Allergic granulomatosis dan vasculitis, Plasma cell granulomas, Rheumatoid nodules, granulomatus
kronik pada anak-anak, dan tumor amyloidosis.
e)
Gastritis limfositik, sering disebut
dengan collagenous gastritis
f)
Eosinophilic
gastritis
g)
Injuri radiasi pada lambung
h)
Iskemik gastritis
i)
Gastritis sekunder dari terapi
obat-obatan
2.
Gejala
Gastritis
Gejala yang ditimbulkan
atau yang dirasakan oleh penderita gastritis (lebih dikenal dengan maag) antara
lain:
a. Mual
dan muntah
b. Hiperperistaltik
c. Hematemesis
atau muntah darah (berwarna hitam)
d. BAB
darah
e. Menggigil,
demam
f. Ansietas(cemas)
atau ketakutan
g. Penurunan
tekana darah
h. Adanya
peningkatan nadi
i. Distensi(ketegangan)
abdomen
j. Peningkatan
peristalik usus
k. Nyeri
tekan abdominal (epigastrium)
l. Peningkatan
bising usus
m. Dehidrasi
(ringan, sedang, atau berat)
n. Peningkatan
suhu tubuh
(Priyanto, 2008)
Gastritis yang terjadi tiba-tiba
(akut) biasanya mempunyai gejala mual dan sakit pada perut bagian atas,
sedangkan gastritis kronik yang berkembang secara bertahap biasanya mempunyai
gejala seperti sakit yang ringan pada perut bagian atas dan terasa penuh atau
kehilangan selera. Gastritis dapat menyebabkan pendarahan pada lambung, tapi
hal ini jarang menjadi parah kecuali bila pada saat yang sama juga terjadi
borok/luka pada lambung. Pendarahan pada lambung dapat menyebabkan muntah darah
atau terdapat darah pada feces dan memerlukan perawatan segera.
Sebagian besar penderita gastritis
kronik tidak memiliki keluhan. Sebagian kecil saja yang
mempunyai keluhan biasanya berupa : nyeri ulu hati, anoreksia, nausea, nyeri seperti ulkus peptik dan keluhan-keluhan anemia. Pada pemeriksaan
fisis sering tidak dapat dijumpai kelainan. Kadang-kadang dapat dijumpai nyeri
tekan midepigastrium yang ringan
saja. Pemeriksaan laboratorium juga tidak banyak membantu. Kadang-kadang dapat
dijumpai anemia makrositik. Analisis
cairan lambung kadang-kadang terganggu. Dapat terjadi aklorhidria. Kadar
gastrin serum meninggi pada penderita gastritis kronik fundus yang berat.
Antibodi terhadap sel parietal dapat dijumpai pada sebagian penderita gastritis
kronik fundus.
3.
Diagnosis
Bila seseorang didiagnosa terkena
gastritis, biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui
secara jelas penyebabanya. Pemeriksaan tersebut meliputi :
1.
Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibakteri H.pylori dalam
darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan
bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa
pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa
anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat gastritis.
2.
Pemeriksaan pernapasan
Tes ini dapat menentukan apakah
pasien terinfeksi H.pylori atau tidak.
3.
Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat H.pylori
dalam feces atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya
infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini
menunjukkan adanya perdarahan pada lambung.
4.
Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya
ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari
sinar-X. tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang
fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan
bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimatirasakan
(anestesi) sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman
menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat
mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan
tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes
ini memakan waktu lebih kurang 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak
langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai
efek dari anestesi menghilang, lebih kurang satu atau dua jam. Hampir tidak ada
resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman
pada tenggorokan akibat menelan ondoskop.
5.
Ronsen saluran cerna bagian atas
Tes ini akan melihat adanya
tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta
menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan
melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika dironsen.
4.
Pengobatan
dan Pencegahan Gastritis
Penderita gastritis
dapat disembuhkan yaitu dengan melakukan beberapa pengobatan yang rutin
dilakukan. Pengobatan tersebut anatara lain :
Pengobatan untuk
gastritis akut antara lain:
a.
Mengonsumsi makanan lunak
b.
Istirahat total
c.
Pemberian antibiotik selama base toxic,
yaitu :
1.
Streptomycin 1g/hari selama 3 hari
2.
Neomycin 2g/hari selama 5 hari
d.
Simptomatis
e.
Pemberian antibiotik : penicilin
Pengobatan untuk gastritis kronik,
antara lain :
a.
Istirahat total
b.
Mengonsumsi makanan lunak
c.
Mengonsumsi vitamin B12, Fe, liver
extract
d.
Simptomatis
e.
Mengonsumsi antikoligeragik
Pencegahan yang dapat
dilakukan agar tidak terkena radang lambung (gastritis) adalah dengan makan
teratur. Jangan biasakan melewati waktu makan. Jika dapat resep dari dokter
untuk mengurangi rasa sakit, minum sesudah makan atau minta obat yang dapat
melindungi mukosa lambung. Jika ada gejala sakit maag, pilh makanan yang mudah
dicerna, dan sayur. Tetapi pilih yang tidak asam dan tidak menimbulkan gas (Rozaline,
2006).
Ada beberapa terapi yang dapat
dilakukan dalam penyembuhan gastritis, antara lain :
a.
Medikamentosa
1.
Bila diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat
asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen
penyebabnya. Untuk
menetralisasi asam, digunakan antasida umum (misalnya aluminium hidroksida);
untuk menetralisasi alkali, digunakan jus lemon encer atau cuka encer. Bila
korosi luas atau berat, anetik dan lafase dihindari karena bahaya perforasi.
Pemberian obat-obat H2 bloking, antasid atau obat-obat ulkus lambung
yang lain.
2.
Terapi yang lain mencakup intubas, analgesik dan
sedatif, anatasida serta cairan intravena. Endoskopi fiberoptik dapat digunakan
apabila diperlukan.
b.
Gizi
Menghindari makanan dan minuman
yang dapat memperparah kerusakan pada mukosa lambung, seperti :
1.
Makanan dan minuman yang banyak mengandung gas dan
terlalu banyak serat, antara lain sayuran tertentu (sawi, kol), buah-buahan
tertentu (nangka, pisang ambon)
2.
Makanan yang sulit dicerna yang dapat memperlambat
pengosongan lambung. Karena hal ini dapat meningkatkan asam lambung, seperti
makanan berlemak, kue tart, coklat dan keju.
3.
Menghindari minuman yang mengandung kafein karena
kafein adalah stimulan sistem saraf pusat yang meningkatkan aktivitaas lambung
dan sekrisi pepsin. Penggunaan alkohol juga dihindari demikian pula dengan
rokok, karena nikotin akan mengurangi sekresi bikarbonat pankreas dan karenanya
menghambat netralisasi asam lambung dalam duodenum. Selain itu nikotin juga
meningkatkan stimulasi parasimpatis, yang menigkatkan aktivitas otot dalam usus
dan dapat menyebabkan mual dan muntah.
Berbagai
faktor yang menghambat pemulihan jaringan
1.
Usia lanjut, kemampuan untuk terjadinya reaksi radang
yang adekuat, menurun dengan bertambahnya usia.
2.
Gizi, Metabolisme sel akan terganggu pada keadaan
malnutrisi.
3.
Penurunan imunitas.
4.
Penyakit tertentu, misalnya diabetes yang
mengakibatkan gangguan sirkulasi, sehingga memperlambat reaksi vaskuler.
5.
Tumor ganas, misalnya lekemis akan menhambat
mobilisasi lekosit.
6.
Obat, obat sitostatik akan mengakibatkan
penekananfungsi sumsun tulang.
7.
Infeksi, misalnya infeksi akibat jamur dan bakteria.
8. Kerusakan akibat reaksi radang, radang yang
mengakibatkan fistula, perforasi atau abses akan menghalangi penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Anies. 2005.
Seri Kesehatan Umum Pencegahan dan Gangguan Kesehatan. Jakarta : Elex Media
Komputindo
Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna. Jakarta : Pustaka Populer Obor
Mutaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta:
Salemba Medika
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson.
2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Robbins,
S.L., dan Kumar, V. 1995. Buku Ajar Patologi I. Edisi 4. Alih bahasa, Staf Pengajar
Laboratorium Patologi Anatomi, FK Unair. Surabaya : EGC
Priyanto, Agus dan Sri Lestari. 2009. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta.
Salemba Medika
Rozaline, Hartin. 2006. Terapi Jus Buah dan Sayuran. Jakarta:
Niaga Swadaya
Underwood, JCE. 1999. Patologi Umum dan Sistematik volume 1 edisi 2. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar